Sabtu, 12 Februari 2011

Ibu Mertua ku sayang.....


Mungkin banyak orang yang sebelumnya takut atau bahkan panik bagaimana dia bisa "mengelola" hubungan dengan mertua...dan sebenarnya tidak terkecuali dengan saya, dulu sebelum menikah ada ketakutan, bagaimana ya nanti mertua saya, apakah bisa menerima saya apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan saya...dan ternyata, Subhanallah saya menemukan ibu mertua yang sangat-sangat baik.  Menurut saya, beliau adalah "pejuang" yang sangat kuat bagi keluarga (single parent mengurus 3 anaknya) dan beliau tidak pernah menuntut apapun dari saya.  Yang membuat saya terharu, ketika saya memutuskan untuk mengambil S2 di awal-awal pernikahan, beliau begitu mendukung dan bahkan memberikan saya uang (kebetulan ibu mertua baru dapet arisan..) "Mba, ini ditabung buat nambahin bayar kuliah"..Subhanallah...saya sangat terharu.  Beliau sekarang tidak muda lagi, keinginan untuk mempunyai cucu saya yakin sangat kuat, kalo ada anak tetangga yang main ke rumah bisa saya rasakan bahwa beliau pun menginginkan anak kecil,,saat itu 6 bulan pasca menikah saya belum hamil, dan selama 6 bulan itu tidak pernah terdengar ibu menanyakan apakah saya sudah hamil...saya juga selalu menanyakan ke suami, apa pertanyaan tersebut dibahas dengan suami? suami saya mengatakan tidak pernah. Dan sekarang dengan 2 kali keguguran saya, beliau tidak pernah menyalahkan atau memojokkan saya..beliau yang selalu menguatkan saya untuk bersabar dan bersemangat..Alhmdulillah, terimakasih ya Allah atas anugrah suami yang baik dan ibu mertua yang sangat luar biasa....
(buat teman2 yang belum menikah atau yang sudah menikah tetapi ada rasa "ketakutan" mengelola hubungan dengan mertua, berikut saya lampirkan tulisan Helvi Tiana Rosa..semoga bermanfaat..)

 Bersahabat dengan Mertua? Yyuuuuk!
Sebelum menikah, saya sering mendengar banyak orang bercerita tentang mertua mereka. Setelah menikah, makin banyak lagi cerita-cerita seperti itu saya dengar. Ya, apalagi kalau bukan soal interaksi antara menantu dan mertua!
Seorang ibu yang masih kerabat jauh pernah bercerita pada saya tentang menantunya. “Dulu waktu belum dapat anak saya, dia baiiiiiik sekali. Ramah, suka senyum, suka cerita. Kalau datang selalu ada saja yang dibawa. Bukannya saya mengharap, tapi dia betul-betul perhatian. Dia juga rajin telepon, memperhatikan saudara-saudara…,” cerita si Ibu. Saya mendengarkan seksama.
“Eh pas udah dapat anak saya, dia berubah! Kalau ngomong ketus, nyelekit. Terus kalau anak saya beliin saya apa-apa, dia juga ngotot minta dibelikan. Anak saya harus ngumpet-ngumpet kalau mau kasih uang sama saya. Dia juga tidak mau kalau saya tinggal bersama mereka….” Cerita Tiwik, teman saya, lain lagi. “Mertua saya itu orangnya dominan. Maunya menguasai. Jadi meski kami sudah menikah sekian lama, semuanya Ibu mertua saya yang mengatur. Kami mau tinggal dimana, ngontrak atau beli rumah juga dia yang menentukan. Saya jadi kesal. Suami seolah tak berdaya kalau di hadapan ibunya. Pokoknya ibunya bilang apa, dia nurut. Ibunya juga turut campur dalam mendidik anak kami. Apa yang saya larang, ia perbolehkan. Apa yang saya perbolehkan untuk anak-anak, ia larang. Kan kasihan anak-anak saya jadi bingung. Udah itu saya merasa ia benar-benar nggak percaya sama saya….Pokoknya yang paling bagus dan mengerti apa saja di dunia ini ya cuma dia!” 
“Kalau saya lain lagi,” tutur Ira, teman saya yang juga sahabat Tiwik. “Ibu mertua saya sangat perfeksionis tapi pelitnya luar biasa. Udah gitu, dia selalu bilang saya pelit. Di depan anaknya ia ngomong gini, tuh kan nak, coba kalau kamu belum menikah, kamu bisa lebih memperhatikan dan membiayai ibu dan adikadikmu…, sedih kan?” Mata Ira memerah.
“Kalau yang saya alami lebih gila,” kata Indah dengan suara serak. “Kalau di depan anaknya, mertua sangat baik pada saya. Tapi begitu di belakang suami, waduh ampun deh. Kata-katanya nyelekit dan suka sekali menyindir. Ia suka mengadu domba saya dan suami. Ia juga sering mengobral cerita apa saja yang memalukan tentang saya. Padahal saya kan menantunya sendiri. Kok tega ya?”
Saya jadi teringat masa-masa awal saya bertemu Mas Tomi. Saya tahu ia pasti sangat mencintai ibunya. Dan bagi saya, mencintai Mas Tomi berarti mencintai Ibu, adik-adik, keluarga besarnya.... “Ceritakan pada saya tentang Ibu…,” pinta saya. Sambil terenyum ia menceritakan banyak hal tentang Sang Ibu. Seorang perempuan tradisional yang lembut, sangat perasa dan betul-betul menikmati peran sebagai ibu rumah tangga. Beliau jago memasak, pintar menjahit, ahli dalam mengurus taman dan kebun di belakang rumah mereka. “Ibu
punya koleksi anggrek yang cantik, juga beternak gurame kecil-kecilan di rumah,” kata Mas.Hmmm menarik, pikir saya. Perempuan hebat.
“Ibu sangat njawani,” tambah Mas. Dalam hati, saya menambahkan: Itu berarti saya harus memperhatikan perbedaan kultur di antara kami. Saya yang Sumatera, Ibu yang sangat Jawa (Ibu dari Yogyakarta, Bapak Mas dari Solo, namun sudah meninggal ketika Mas kuliah tingkat III). Saya bertekad, dalam pertemuan pertama dan selanjutnya, saya akan menampilkan diri saya sebagaimana adanya, dengan tetap menghormati kultur beliau. Apalagi nih, Mas Tomi itu anak pertama, tulang punggung keluarga. Pasti banyak harapan ibu bertumpu padanya. Begitulah. Sebelum bertemu untuk pertamakalinya dengan Ibu Mas Tomi, saya sudah mulai menitipkan salam. Saya kirimkan bahan yang saya pilih sendiri untuk beliau. Kadang oleh-oleh lainnya. Ketika akhirnya bertemu, kami berdua tahu bahwa kami adalah dua pribadi yang sangat bertolak belakang. Tetapi apakah itu membuat kami tak bisa cocok? “Ibu baik, tapi bukan tipe orang yang mudah mengekspresikan perasaannya. Bahkan bila ia menyayangi seseorang,” kata Mas pada saya.
Karena Ibu Mas Tomi memang cenderung pendiam, maka saya mencoba lebih aktif mendekati beliau. Pada pertemuan pertama misalnya, saya merangkulnya sambil berkata, “Ibu, nanti kalau aku nikah sama Mas, aku tidak akan menganggap ibu sebagai mertuaku….” Ibu mengerutkan keningnya. “Kenapa?” Tanya beliau tak mengerti. “Saya rangkul beliau lebih erat, “Ya, sebab aku akan menganggap Ibu sebagai ibuku sendiri! Pokoknya, Ibu bertambah anak, aku bertambah Ibu!” Kami berdua tersenyum.
Setelah saya dan Mas menikah, saya berusaha memberi atensi sebisa saya pada Ibu. Mulai dari hal-hal kecil membawakannya sesuatu setiap kami mengunjunginya (bukan soal harga, tapi perhatian), hingga mengingat momen-momen penting dalam hidup Ibu. Saya pun berinisiatif membenahi semua album keluarga mereka—terutama saat bersama almarhum Bapak---agar tersusun lebih rapi dan terhindar dari jamur.
Ibu sering sekali memberi masukan, terutama soal kepiawaian sebagai istri dan bagaimana mendidik anak. Tahu sendiri, saya sama sekali tak pintar masak seperti ibu. Barangkali saya juga tak setelaten beliau dalam mengurus anak dan semacamnya. Setidaknya begitulah saya dalam pandangan Ibu.Seringkali saya merasa sudah melakukan sesuatu secara maksimal, namun seolah masih saja “salah” di mata ibu.. Awalnya hal itu membuat saya sedikit “geregetan”, agak tersinggung dan sedih…, sering saya berusaha menyampaikan apa yang sudah saya lakukan yang saya rasakan baik padanya. Saya bahkan memberikan argumen terbaik yang saya miliki hingga Ibu hanya menjawab, “O…begitu….” Namun lama kelamaan, saya pikir kenapa sih saya? Apa sih gunanya “melawan” ibu, menganggap saya sudah melakukan semua dengan baik. Memang apa salahnya kalau Ibu menasehati panjang lebar, lalu saya tinggal tersenyum, berterimakasih dan bilang, “Ya, Ibu. Saya akan coba, atau saya akan melakukan saran Ibu. Terimakasih ya, Bu….” Bukankah kalau ibu menasehati berarti ibu sedang memperhatikan saya. Bukankah memperhatikan berarti bentuk dari sebuah cinta? Akhirnya itu yang saya lakukan, dan ternyata asyik! “Terimakasih, Bu. Saya senang sekali dapat pengetahuan baru.” “Alhamdulillah Ibu memberi tahu, jadi lain kali aku bisa lebih baik….” 
“Terus, kalau kasusnya begini, baiknya aku bagaimana ya, Bu?” 
“Wah Bu, saran dari Ibu aku pakai. Alhamdulillah Bu, berhasil!”
Saya juga yang selalu mengingatkan Mas bila ia sibuk dan kami lama tak mengunjungi Ibu di Sukabumi. “Mas, minggu depan ke Sukabumi yuk. Kan kita dah kangen sama Ibu….” Selain itu kami sepakat, kalau mau ngasih sesuatu untuk ibu Mas, sayalah yang melakukan, dan kalau mau ngasih sesuatu ke mama saya, Mas yang akan memberikannya... Lambat laun saya merasa ibu makin sayang pada saya. Ibu bahkan mulai mengurangi memberi tahu saya apapun dengan gaya para mertua pada umumnya. Ibu mulai menjadikan saya sahabat tempat curhat beliau mengenai apa saja! Kami sering menangis dan tertawa bersama. Alhamdulillah. Saya bahagia sekali.
Saya jadi inga t beberapa kali saya mendapat hadiah usai mengisi ceramah di berbagai tempat. Selain uang, kadang saya diberi peralatan rumah tangga, bahan, atau souvenir lain yang menarik. Biasanya kalau ada dua macam, pasti saya minta Ibu mertua saya untuk memilihnya lebih dulu, baru kemudian Mama. Mengapa?
“Mama kan masih ada Papa. Papa bisa belikan Mama yang lebih bagus…. Ibu kan sudah nggak ada Bapak? Nggak apa ya, Ma?” kata saya pada Mama.
Di luar dugaan, Mama memeluk saya dan mengatakan bangga sekali punya anak seperti saya. Mama bahkan bilang tak akan pernah iri pada apa yang saya lakukan terhadap Ibu. Begitulah. Saya merasa saya memang tak memiliki dan tak memerlukan seorang Ibu mertua. Ibu dari suami saya adalah Ibu, adalah sahabat saya. Dan oh, sungguh kangen, bila sebulan saja tak bertemu beliau setelah 14 tahun perkenalan kami.
I love you much, Bu!

PEMBAYARAN PAJAK SECARA ONLINE DI CALIFORNIA


Tulisan ini disarikan dari buku e-Government in Action, Ragam Kasus Implementasi Sukses di Berbagai Belahan Dunia. Sebenarnya tulisan ini sebagai tugas mata kuliah e-Government, sudah saya buat slide dalam bentuk PPT, dan ternyata harus dicantumkan di blog masing-masing.  Artikel ini sangat bagus untuk dijadikan referensi bagi pelaksanaan e-government khususnya di kantor pajak, biar Gayus-Gayus baru tidak tumbuh subur di Indonesia (hehehe..) Berikut Artikelnya :

Latar belakang
Sebelum melaksanakan inisiatif e-Government secara luas, Dinas Perpajakan California, Franchise Tax Board (FTB) sebenarnya telah meletakkan beberapa dasar penting dengan mengaplikasikan beberapa proses pembayaran pajak melalui proses elektronik.  Tahun 1993, FTB membangun Electronic Fund Transfer, yang bisa digunakan oleh pembayar pajak melalui transfer rekening, membayar website (1996), dan yang paling maju adalah membangun "e-pay", sistem dimana FTB bisa melakukan debit atas rekening pembayar pajak, yaitu pada tahun 1999.  Namun demikian, seiring dengan  berbagai perkembangan, dirasakan perlunya inisiatif e-Government sebagai usaha untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.  E-government berarti menggunakan teknologi, kemampuan dan jaringan yang dimiliki secara maksimal.  inisiatif ini setidaknya didorong oleh tiga hal (Connel, 2000) :
  1. Ekspektasi yang semakin besar dari customer Dinas Perpajakan untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik. 
  2. Semakin meluasnya inisiatif e-Government secara nasional di California di berbagai departemen pemerintahan.
  3. Kompetisi global yang semakin kuat
Penerapan Tujuan dan Target
Untuk memudahkan proses pelaksanaan, FTB menetapkan tujuan dan target yang harus dipenuhi dalam hubungannya dengan pelaksanaan e-Government. Ada dua tujuan besar yang dijabarkan dalam beberapa target secara lebih detail, sebagai berikut:

Pertama, Menyediakan Layanan online untuk customer dan konsultan perpajakan.  Untuk mencapai tujuan tersebut, beberapa target telah ditetapkan:
  • Menyediakan formulir aplikasi secara online.
  • Memberikan pengalaman menarik dalam pemrosesan pajak secara online.  Dalam hal ini, portal pajak dibangun dengan kemudahan bagi konsumen dan penggunaannya, berdasarkan pada kepentingan dan manfaat yang akan mereka peroleh.
  • Menyediakan akses informasi dan komunikasi secara online sehingga memudahkan pembayar pajak untuk berkonsultasi dan bertanya jika perlu.
  • Penyediaan proses transaksi pembayaran pajak secara online, hal ini untuk memudahkan pembayar pajak bertransaksi dimanapun dan kapanpun mereka berada.
  • Mengirimkan informasi kepada pembayar pajak secara online melalui email dan newsletter yang dikirim secara rutin.
Inisiatif yang sudah mulai dijalankan dalam upaya mencapai target diatasa diantaranya adalah:
  • Membangun konsep email yang aman, dengan otoritas tandatangan digital kepada dan untuk pembayar pajak.
  • Membuat aplikasi yang memungkinkan semua formulir pajak bisa diakses lewat website.
  • Melayani permintaan secara online untuk berlangganan pembayaran pajak secara otomatis
  • Pemberian PIN sebagi password untuk otentifikasi pembayaran online.

Kedua, Bagaimana menggunakan teknologi yang sesuai untuk mengubah cara berbisnis secara internal dan dengan supplier.  Secara detail, tujuan tersebut dibagi menjadi beberapa target pelaksanaan:
  • Menyediakan berbagai formulir internal, panduan dan publikasi secara online.
  • Penyediaan intranet yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pekerja.
  • Pelaksanaan proses administrasi secara internal dilakukan secara online, termasuk dengan supplier.
  • Sistem aplikasi yang memungkinkan informasi, saran, dan umpan balik dari pembayar pajak diterima langsung oleh staf yang bersangkutan sesuai bidangnya.
Beberapa inisiatif yang sudah diajlankan untuk mencapai target-target tersebut adalah ;
  • Menyediakan akses intranet untuk seluruh formulir, panduan dan informasi internal.
  • Membangun sistem aplikasi dimana proses kerja internal bisa dilakukan secara elektronis.
  • Partisipasi dalam pengembangan sistem di California secara keseluruhan.
  • Membangun database kepegawaian yang bisa diintegrasikan ke dalam sistem kepegawaian secara nasional.
  • mengembangkan sistem pelatihan, perijinan dan pendanaan secara online.
Strategi Menuju Kesuksesan Implementasi
Beberapa straetegi yang diterapkan FTB dalam melaksanakan e-Government adalah sebagai berikut :
Pertama, membangun kepercayaan publik yang dilakukan dengan beberapa hal yaitu,
  • Privacy dari pembayar pajak dijaga ketat,
  • Masalah keamanan data,
  • Prinsip otentifikasi dengan memberikan password dan PIN sebagai alat transaksi.
Kedua, Memperluas kerjasama dengan berbagai pihak; yaitu pihak swasta,departemen dan organisasi pemerintah serta kerjasama pembangunan sistem informasi secara nasional.
Ketiga, Penerapan e-Government harus terpusat pada kepentingan pelanggan.
Keempat, Membangun kapasitas organisasi agar bisa menyesuaikan dengan perkembangan.